DAILYPEMALANG.COM – Pandangan hidup yang berbeda-beda antar manusia satu dan lainnya merupakan suatu hal lumrah yang merupakan fakta dalam kehidupan. Organisasi didefinisikan sebagai wadah dimana orang-orang di dalamnya bergabung, memiliki visi, misi, nilai-nilai dan tujuan serta sasaran-sasaran tertentu. Adanya konflik antar kelompok atau antar anggota merupakan persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya perubahan dalam organisasi. Dalam kehidupan yang dinamis konflik terjadi manakala terdapat benturan kepentingan. Rasa penolakan terhadap perubahan dikatakan paling sering menjadi penyebab timbulnya konflik. Setiap saat, orang-orang dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan hubungan di antara mereka sesuai dengan perkembangan lingkungan agar keefektifan organisasi dapat meningkat.
Definisi dan Beberapa Pandangan Mengenai Konflik Dalam Organisasi
Sebelum era 1970-an, konflik dipandang sebagai sesuatu hal negatif atau buruk. Para pimpinan atau manajer cenderung menghindari atau berusaha meminimalkan konflik dalam unit yang mereka pimpin. Kemudian pandangan tersebut bergeser di era selanjutnya. Pada era 1970-an hingga 1990-an, konflik dipandang sebagai sesuatu yang memiliki titik optimal yakni tingkat konflik yang sedang. Tanpa adanya konflik, orang-orang atau individu dalam organisasi tidak menemukan tantangan, kehilangan potensi kreatif dan ketajaman dalam penyelesaian masalah. Akan tetapi ketika terjadi konflik yang berlebihan, kinerja karyawan dan organisasi secara keseluruhan dapat mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu upaya agar konflik senantiasa dikelola pada tingkat optimal.
Kemudian paham terbaru membedakan konflik menjadi konflik konstruktif dan konflik relasional. Konflik konstruktif adalah sebuah jenis konflik dimana orang-orang memfokuskan diskusi mereka pada isu tertentu dengan tetap menjaga respek terhadap orang-orang dengan sudut pandang lain. Sementara itu, konflik hubungan (relationship-conflict) merupakan jenis konflik dimana orang-orang lebih memfokuskan perhatian pada karekteristik-karakteristik dari orang lain daripada perhatian terhadap isu sebagai sumber konflik (McShane & von Glinow, 2010:330).
Konflik atau pertentangan dalam kondisi tertentu akan mampu mengidentifikasi sebuah proses pengelolaan lingkungan dan sumber daya yang tidak berjalan secara efektif, konflik mampu mempertajam gagasan bahkan dapat menjelaskan kesalahpahaman (Mitchell, B., Setiawan, B. dan Rahmi, D.H, dalam Wahyudi, 2006).
Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka (Cummings, P.W. dalam Wahyudi, 2006).
Konflik merupakan perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama (Alisjahbana, S.T. dalam Wahyudi, 2006).
Konflik mengacu pada pertentangan antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan sebagaimana dikemukakan sebagai berikut : “Conflict in the context used, refers to the positions of persons of forces that gives rise to some tension. It occurs when two or more parties (individuals, groups, organization) perceive mutually exclusive goals, or events” (Dubrin, A.J., dalam Wahyudi, 2006).
Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua orang anggota organisasi atau lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau aktifitas-aktifitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda (Stoner dan Wankel, 1986).
Dari beberapa definisi konflik menurut para ahli seperti yang diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktifitasnya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau kelompok;
b. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi;
c. Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun kelompok;
d. Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain mendapat kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
Penyebab dan Proses Terjadinya Konflik
Konflik tidak timbul secara serta merta melainkan melalui beberapa tahapan. Para ahli mencoba menguraikan lebih dalam mengenai penyebab dan proses terjadinya konflik dalam organisasi. Melalui artikel ini penulis mencoba menguraikan kembali salah satu pandangan tentang proses terjadinya konflik menurut Hendricks, W (1992) yakni :
1. Peristiwa sehari-hari : ditandai adanya individu yang merasa tidak puas atau jengkel terhadap lingkungan kerja;
2. Adanya tantangan : apabila terjadi masalah, individu cenderung saling mempertahankan pendapat dan menyalahkan pihak lain;
3. Timbulnya pertentangan : masing-masing individu atau kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik dalam setiap organisasi amat bervariasi tergantung dari sudut pandang individu menafsirkan, mempersepsi dan memberikan tanggapan dalam lingkungan kerjanya. Dikarenakan konflik dalam porsi tertentu dapat berdampak positif pada organisasi, maka mesti dikelola dengan baik dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya antara lain :
1. Konflik nilai
2. Kurangnya komunikasi
3. Kepemimpinan yang kurang efektif, pengambilan keputusan yang kurang adil
4. Ketidakcocokan peran
5. Produktifitas rendah
6. Perubahan keseimbangan
7. Konflik yang belum terpecahkan
8. Kebutuhan untuk membagi sumber-sumber daya yang terbatas
9. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
10. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja; dan lain-lain.
Dampak Konflik
Demi memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi, konflik seharusnya bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan. Jika dikelola dengan baik, konflik dapat mendukung percepatan pencapaian tujuan organisasi. Konflik yang dikelola dengan baik dapat menumbuhkan kreatifitas, inovasi dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan positif bagi pengembangan organisasi. Akan tetapi sebaliknya bila tidak dapat ditangani, konflik menyebabkan turunnya kinerja organisasi.
1. Dampak Konflik Sebagai Sesuatu Kekuatan Positif, antara lain :
a. Kebutuhan untuk menyelesaikan konflik menyebabkan orang mencari jalan untuk mengubah cara-cara berlaku dalam hal pelaksanaan tugas-tugas;
b. Proses penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif dalam organisasi;
c. Upaya untuk mencari cara-cara menyelesaikan konflik, bukan saja membuahkan inovasi dan perubahan, tetapi sekaligus membuat perubahan lebih dapat diterima;
d. Efek menguntungkan bagi pegawai dalam menghadapi sebuah konflik dapat terjadi saat suasana kompetitif menjadi lebih intens yang mengakibatkan pegawai termotivasi untuk mengupayakan usaha yang lebih intensif demi tetap bertahan dalam organisasi, lebih-lebih untuk dapat ‘memenangkan persaingan’;
2. Dampak Konflik Sebagai Sesuatu Kekuatan Negatif, menurut Depdikbud (1983) yang dikutip oleh D. Deni Koswara (1994:2) antara lain :
a. Konflik dapat menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi;
b. Konflik dapat membawa suatu organisasi kearah disintegrasi;
c. Konflik menyebabkan ketegangan antara individu dan kelompok;
d. Konflik dapat menghalangi kerjasama antara individu;
Konflik yang dibiarkan tanpa ditangani akan menimbulkan efek negatif yang lebih serius antara lain kecenderungan terpencarnya upaya ke arah pencapaian tujuan, habisnya sumber daya dalam organisasi untuk menangani konflik dan bukannya digunakan untuk arah pencapaian organisasi, kemudian timbulnya beban psikologi.