Dailypemalang.com|Pemalang – Persoalan penanggulangan sampah dalam satu tahun terakhir ini di Kabupaten Pemalang menjadi persoalan yang cukup rumit.
Pasalnya, pasca ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Dusun Pesalakan, Desa pegongsoran, membuat kondisi di setiap TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) membludak atau overload menjadi gunungan sampah. Bahkan di beberapa titik TPS, gunungan sampah sampai menutup akses jalan, seperti yang terjadi di Kebondalem dan dibeberapa titik TPS lainya.
Persoalan sampah menjadi masalah serius, tentu ini menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah maupun dinas terkait.
Sangat di sayangkan banyak pihak, dikarenakan dalam mengatasi persoalan sampah yang berserakan di sejumlah TPS dengan dilakukan penimbunan tanpa memikirkan resiko jangka panjang. Seperti yang terjadi di Bojongbata, Desa Mengori, Desa Surabaya. Di tiga desa tersebut di gali lubang untuk menimbun atau menampung sampah.
Baru – baru ini, persoalan penimbunan sampah menjadi pro kontra. Disekitar fasilitas umum (lapangan sepak bola) di Kelurahan Petarukan yang seharusnya menjadi tempat jogging dan berolahraga masyarakat sekitar, kini telah berubah menjadi tempat pembuangan/penguburan sampah. Pembuangan sampah ini dilakukan guan mengurangi penumpukan sampah yang terjadi di pasar Petarukan.
Kepada awak media, Roro Budi Setyawan (Lurah Petarukan) mengatakan, penanganan sampah darurat ini dilakukan karena kondisi sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Pasar sudah overload dan mengganggu lingkungan.
“Keputusan untuk menimbun sampah di sekitar lapangan sepak bola telah di musyawarahkan lebih dulu bersama warga, kami juga sudah memohon izin untuk melakukan penanganan sampah darurat,” jelas Roro.
Menurut Roro, penanganan sampah di Petarukan dilakukan selama dua hari dengan menggunakan metode sanitary landfill.
“Lubang pembuangan sampah yang dibuat memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu kedalaman 4 meter, lebar 10 meter, dan panjang 10 meter,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, Pemerintah Desa Petarukan berharap bahwa penanganan sampah darurat ini dapat meredam kenyamanan masyarakat yang terganggu oleh bau, sangat mengganggu aktivitas, serta berpotensi mengganggu kesehatan warga sekitar TPS.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah untuk menemukan solusi jangka panjang untuk penanganan sampah di wilayah kami, khususnya,” ujar Roro.
Sementara kritik keras di lontarkan oleh seorang aktivis kawakan Pemalang, Eki Diantara. Menurutnya, dalam mengatasi persoalan darurat sampah di Pemalang yang di lakukan di sejumlah titik dengan cara menimbun sampah di sekitar fasilitas umum (lapangan sepak bola), ini menandakan ketidakbecusan Dinas Lingkungan Hidup Pemalang dalam mengatasi persoalan sampah.
“Penimbunan sampah di sejumlah lokasi di sekitar fasilitas umum, itu menandakan ketidakbecusan DLH Pemalang atasi persoalan sampah,” tegas Eky kepada Independennews.com.
“Seharusnya Pemerintah bersama dinas terkait dapat memikirkan dampak jangka panjang yang dapat merugikan kesehatan masyarakat, serta dapat merusak ekosistem,” imbuhnya.
Kemudian, pria yang akrab disapa Eky tersebut sangat menyayangkan penanganan sampah yang ada di Kelurahan Petarukan, menurut Eky, Pihak Kelurahan tidak memikirkan lingkungan sekitar.
“Disekitar lapangan sepakbola itu kan banyak terdapat sekolahan, dimana lapangan tersebut sebagai fasilitas umum juga sering digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Seharusnya pihak kelurahan memikirkan itu,” ucap Eky.
Sebagai solusi, langkah tepat dalam mengatasi persoalan darurat sampah, Eky mengatakan, Pemerintah Kabupaten Pemalang harus membuka kembali TPA Pesalakan, tentu dengan memikirkan hak – hak warga sekitar serta memperhatikan kesehatan masyarakat sekitar TPA. Jangan terus – terusan menimbun sampah di sekitaran fasilitas umum.
“Kalau penimbunan sampah masih terus berlangsung, tentu kami bersama masyarakat dan aliansi akan mengadakan aksi turun ke jalan,” tandasnya.